Bencana Banjir Dijadikan Sebagai Komoditas Politik
Sabtu, 27 Juni 2020 23.09 WIB
Sejumlah warga mengevakuasi
korban yang terendam banjir di Jl. Raya Pondok Gede, Kramat Jati, Jakarta
Timur, Rabu (1/1/2020). Luapan air Kali Baru sebabkan wilayah Kramat Jati
terendam hingga sebahu orang dewasa.(KOMPAS.com/M ZAENUDDIN)
Jakarta-Banjir yang terjadi di wilayah DKI Jakarta ramai
diperbincangkan di lini masa media sosial. Tak hanya soal peristiwanya, tetapi
juga soal janji-janji politik para politikus untuk mengatasi persoalan
tersebut.
Dilansir dari KOMPAS- Direktur Eksekutif Voxpol Center
Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyayangkan persoalan banjir
justru menjadi komoditas politik yang digunakan oleh masing-masing kubu untuk
membela junjungannya atau menyerang lawan politik.
"Para pendukung fanatik saya pikir perlu diedukasi
bahwa kontestasi pilpres ini bukan pertarungan hidup dan mati. Sampai sekarang
masih saling meremehkan, politik menjatuhkan," kata Pangi kepada
Kompas.com, Kamis (2/1/2019). "
Salah satu janji yang kembali diunggah di media sosial yaitu
terkait pernyataan Presiden Joko Widodo saat masih menjabat sebagai Gubernur
DKI Jakarta.
Saat itu, Jokowi menyatakan, banjir yang ada di Jakarta
merupakan kiriman dari wilayah Puncak, Jawa Barat dan adanya persoalan di 13
sungai yang melintasi ibu kota dan menjadi wewenang pemerintah pusat.
Selain itu, ada pula video pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies
Baswedan saat berkampanye pada Pilkada DKI 2017 lalu.
Saat itu, Anies menyatakan, bahwa hujan yang turun dari langit
harus dimasukkan ke dalam tanah, dan bukan dialirkan ke laut melalui
gorong-gorong raksasa karena melawan sunatullah.
Pangi mengingatkan agar pendukung kedua belah pihak dapat
sportif dan saling mendukung dalam upaya penanganan banjir yang terjadi.
"Tidak elok menjadikan banjir sebagai komoditas politik.
Ini saatnya untuk bersatu. Dan tradisi ini sudah dicontohkan Jokowi-Prabowo,
tapi mengapa masyarakat, pendukung, dan elite politik yang lain belum
siap?" kata dia.
Menurut Pangi, banjir tidak semestinya dijadikan politik
mengingat masyarakat benar-benar sengsara akibat bencana ini.
Apalagi, pembicaraan politik yang dilakukan itu tidak jauh dari
ungkapan kebencian. "Kasihan saja melihat masyarakat yang susah menghadapi
bencana banjir," ucap Pangi.
"Justru antara pendukung masih belum bisa lepas dari
politik kebencian sisa kontestasi elektoral pilpres dan pilkada. Politik saling
menjatuhkan tidak baik, menjadi benalu bagi kedewasaan politik kita," ujar
dia.
Reporter : Handika Maulana Iqbal
Redaktur : Handika Maulana Iqbal