(Presiden Kuba, Miguel Diaz-Canel (kiri), Presiden Amerika Serikat, Joe Biden (kanan). Foto: AFP/Saul Loeb)
Jakarta - Presiden Amerika Serikat, Joe Biden menyebut Kuba negara yang gagal di tengah gelombang protes anti-pemerintah negara komunis itu. "Kuba sayangnya adalah negara yang gagal dan menindas warganya. Ada beberapa hal yang akan kami pertimbangkan untuk dilakukan untuk membantu rakyat Kuba. Misalnya, kemampuan mengirim uang kembali ke Kuba," kata Biden dalam konferensi pers, Kamis (15/7) mengutip CNN.
"Tetapi itu perlu keadaan yang berbeda atau jaminan bahwa mereka tidak akan dimanfaatkan oleh pemerintah Kuba," kata Biden. Namun, hal tersebut mengindikasikan bahwa Negeri Paman Sam tak mempertimbangkan kembali pengiriman uang ke Kuba karena khawatir pemerintah akan menyita dana itu.
Banyak warga AS yang mentransfer uang ke kerabatnya di Kuba. "Kami tidak akan melakukannya sekarang, karena faktanya sangat mungkin rezim akan menyita kiriman uang itu atau sebagian besar darinya," kata Biden.
Dalam kesempatan itu Biden juga menyebut komunis sebagai sistem yang gagal bahkan secara universal. "Komunisme adalah sistem yang gagal, sistem yang gagal secara universal. Dan saya tidak melihat sosialisme sebagai pengganti yang sangat berguna. Tapi itu lain hal," ujar Biden.
Mendengar penyataan itu, Presiden Miguel Diaz-Canel membalas cemoohan Presiden Joe Biden dengan mengatakan bahwa upaya Amerika Serikat untuk menghancurkan Kuba terbukti gagal. "Amerika Serikat gagal menghancurkan Kuba walau sudah mengeluarkan miliaran dollar untuk melakukannya," ujar Diaz-Canel, sebagaimana dikutip AFP, Jumat (16/7).
Diaz-Canel melontarkan pernyataan ini untuk membalas Biden yang mengatakan bahwa Kuba merupakan negara gagal di tengah gelombang demonstrasi di Havana.
Namun, sekali lagi Diaz-Canel menyatakan bahwa upaya AS itu gagal. "Negara itu gagal. Untuk memicu amarah sebagian warga, mereka rela menghancurkan 11 juta manusia, mengabaikan keinginan mayoritas rakyat Kuba, Amerika, dan komunitas internasional," ucap Diaz-Canel.
Sejak gelombang demonstrasi muncul di Kuba pada akhir pekan lalu, Biden memang terus menyuarakan dukungannya bagi rakyat negara komunis tersebut. Ribuan warga Kuba turun ke jalan menuntut kebebasan sipil, krisis ekonomi dan penanganan pandemi oleh pemerintah. Mereka juga menuntut Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel untuk mundur karena dianggap gagal menangani pandemi Covid-19 sehingga rakyat semakin sengsara.
Aksi tersebut menjadi kerusuhan terbesar sejak 1994. Diaz-Canel menuding AS terlibat dalam protes massal itu. Melalui kampanye di media sosial, banyak orang terprovokasi sehingga ikut turun ke jalan. Pemerintah juga menuduh adanya tentara bayaran.
Imbas protes yang meluas pemerintah Kuba mencabut akses internet. Situs Netblock menunjukkan bahwa Facebook, Whatsapp, Instagram dan beberapa server Telegram mengalami gangguan.
Guna memutus arus informasi selama rangkaian aksi demonstrasi ini, Kuba dilaporkan sempat memutus jaringan internet dan akses media sosial. Dalam konferensi persnya, Biden mengatakan bahwa AS sedang mencari cara untuk memulihkan akses internet tersebut.
"Kami sedang mempertimbangkan apakah kami memiliki kemampuan teknologi untuk memulihkan akses itu," tuturnya.
Di samping itu, Diaz Canel juga menyalahkan AS atas kondisi ekonomi yang menimpa negara pimpinannya. Pasalnya, Washington telah memberlakukan sanksi kembali terhadap Kuba. Diantaranya pembatasan perjalanan dan embargo perdagangan.
Di Era kepresidenan Barack Obama, sanksi itu dilonggarkan. Namun saat Donald Trump memimpin sanksi tersebut diterapkan kembali dan berlanjut di era Biden.
Menurut Diaz-Canel, jika Biden memang benar-benar peduli akan rakyat Kuba, ia seharusnya bisa menangguhkan 243 sanksi yang diterapkan AS terhadap negaranya. (sumber: CNN Indonesia)
Reporter : Vickry Roy Gunawan
Redaktur : Muhammad Rama Ardiansyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar