Berita Terkini

Makanan Halal Semakin Berkembang di Singapura

Singapura, 8 Januari 2024 - Industri makanan halal di Singapura terus mengalami perkembangan pesat, memberikan pilihan yang lebih luas bagi ...

Rabu, 06 Juni 2018

Tuai Prestasi dari Seni Bela Diri


(Foto: Dok. Pribadi Angger Dwi Anggoro)

JAKARTA – Angger Dwi Anggoro (20), seorang mahasiswa di salah satu Universitas di Jakarta. Ia berhasil menorehkan prestasi di bidang non akademik, yaitu seni beladiri Kempo. Sebuah cabang seni beladiri dari Negeri Sakura, Jepang. Saat ini total 10 buah medali telah diraihnya, tiga diantaranya adalah medali juara lengkap dengan pialanya.

Ia mengaku mengenal seni beladiri Kempo sejak delapan tahun lalu, tepatnya tahun 2010 saat usianya masih terbilang cukup muda. Saat itu ia baru menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama. Sosok yang memperkenalkan dirinya dengan dunia beladiri adalah kedua orangtuanya. “Sebenernya dari kecil saya udah suka berantem, tapi dulu kalo berantem suka nangis, jadi biar gak cengeng akhirnya disaranin orangtua untuk ikut beladiri biar mentalnya kuat dan gak cengeng lagi,” ujar Angger (20) saat diwawancarai.
     
Namun ia mengatakan, setelah terbiasa dengan berbagai latihan ia menjadi menyukai seni beladiri ini. Ia menjelaskan, banyak manfaat yang bisa didapat dari seni beladiri ini, salah satunya adalah pertahanan diri. Hal lain yang mendorong Angger semakin menyukai seni beladiri ini adalah karena sang ibu merupakan seorang kenshi (sebutan untuk anggota Kempo). Lain halnya dengan Angger, sang ibu kini telah tercatat sebagai sabuk hitam tingkat DAN 1.

Kejuaraan yang telah diikuti Angger (20) terbilang cukup banyak. Total sudah 11 kali pertandingan yang telah dilaluinya. Mulai dari Kejuaraan Antar Dojo (tim), Porprov DKI Jakarta, hingga Kejuaraan Nasional Tangerang Open tahun 2012 lalu. Dari 11 kali pertandingan, ia berhasil meraih gelar juara pada Kejuaraan Nasional Tangerang Open.

Masa-masa kelam pernah dilaluinya, sebelum akhirnya menemukan cahaya segar yaitu kemenangan. Saat awal-awal memasuki dunia beladiri Kempo, Ia dan sang ibu mengalami gangguan karena bersitegang dengan anggota Kempo lainnya. Hal tersebut membuatnya harus pindah Dojo (tim) dari Dojo Bulungan Jaksel ke Dojo Popki Cibubur. Kepindahannya ini tak menyurutkan semangat Angger (20). Ia terus berusaha mencetak prestasi di berbagai kejuaraan.

Sebagai seorang atlet beladiri, tak lazim rasanya bila tidak mengalami kecelakaan pada saat bertanding. Hal ini nyatanya pernah dirasakan pula oleh Angger (20). “Pasti, pasti pernah ngerasain. Pernah cidera parah kedua telapak kaki saya bengkak kayak lagi hamil saat tanding randori (perkelahian bebas dalam Kempo),” kata Angger (20) dengan antusias menceritakan pengalamannya. Ia menjelaskan kronologi kejadian saat dirinya cidera, dirinya saat itu menendang namun salah sasaran dan membentur sikut lawan, hal itu menyebabkan bengkak di tulang kering serta pergelangan tangan kanan terkilir. Ia mengakui kejadiaan naas tersebut terjadi di pertandingan yang sama. “Itu merupakan satu-satunya cidera paling parah yang saya alami saat tanding, karena biasanya cuma memar-memar kebentur aja,” jelasnya.

Sayangnya saat ini Angger (20) sudah tidak menekuni beladiri Kempo lagi. Ia menerangkan, orangtuanya yang menyarankannya untuk berhenti. Karena dinilai tidak ada keuntungannya untuk masa depan. “Orangtua saya menyadarkan bahwa atlet kurang diapresiasi & kurang dianggap di Indonesia, sudah banyak contoh nyata atlet yg masa tuanya susah,” terangnya. Namun didalam lubuk hatinya Ia ingin menjadi atlet profesional kelas Asia bahkan dunia. Tetapi, karena restu orangtua tak didapatnya, maka Ia mengubur mimpi dalam-dalam untuk melanjutkan keinginannya.

“Untuk remaja-remaja Indonesia, jangan pernah malas dan ragu untuk melakukan apapun yang kalian suka, karena gak ada yang sia-sia di dunia ini. Ingat aja kata pepatah ‘Usaha tidak akan menghianati hasil’. Saya udah pernah ngalamin jatuh-bangun dan suka-duka di Kempo. Dan berbuah manis, hasil yang baik. Jadi gak ada salahnya mencoba,” ujar Angger.

Wartawan : Yuni Roismawati Fatma
Editor : Nadia Ananda Putri


Tidak ada komentar:

Posting Komentar