Jakarta – Total Politik kembali hadir mengedukasi politik di tengah keresahan masyarakat soal Pilkada tidak langsung. Ini menjadi bukti bahwa masyarakat masih belum mempercayai sepenuhnya kepada calon pemimpin daerah yang akan memimpin daerah tersebut.
Jum’at, 20 Desember 2024 Total Politik mengadakan podcast yang dihadiri oleh Jazilul Fawaid seorang politikus Indonesia dari Partai Kebangkitan Bangsa dan juga sebagai Wakil Ketua MPR RI periode 2019–2024, dan Fadli Ramadhanil seorang pengurus Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Didampingi oleh Didiet Budi Adiputro atau akrab disapa Budi Adiputro sebagai Redaktur Total Politik dan Arie Putra sebagai Redaktur Pelaksana Total Politik.
Suasana Podcast Soal Pilkada Tidak Langsung Total Politik yang dihadiri oleh Jazilul Fawaid, Fadli Ramadhanil, Budi Adiputro, dan Arie Putra.
Pilkada tidak langsung adalah sistem pemilihan kepala daerah di mana pemilih tidak memilih langsung calon kepala daerah, melainkan melalui perwakilan, yaitu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam sistem ini, DPRD bertugas untuk memilih kepala daerah dari sejumlah calon yang diajukan, yang biasanya merupakan hasil musyawarah antara partai politik.
Dalam podcast ini, terjadi perdebatan antara Pilkada langsung dan tidak langsung. Jazilul Fawaid atau Gus Jaz mewakili pro pilkada tidak langsung sedangkan Fadli Ramadhani mewakili Pilkada langsung.
Inti dalam debat ini adalah tentang persoalan cost politik. “Pilkada langsung terlalu mahal baik buat negara maupun kandidat,” ucap Gus Jaz. Akan tetapi Fadli membalas ucapan Gus Jaz,“Pilkada tak langsung itu gak menjamin bakal murah, dia cuma menggeser perputaran uang di masyarakat jadi cuman di elit aja. Plus yang bikin pilkada langsung itu mahal sebenernya elit sendiri karena mereka yang mau bagi-bagi politik uang dan yang lainnya.”
Menanggapi debat tersebut, Divio Adi Winanda sebagai Partnership Officer Total Politik berpendapat bahwa pilkada tidak langsung ini merupakan discourse yang dilemparkan sebenarnya sudah cukup lama.
“Intinya adalah ya pasti power dari elit daerah itu akan semakin besar cuman pasti itu balik lagi ke struktur partai, pasti karena elit daerah tersebut pastinya juga butuh restu dari elit partai pusat kan cuman memang pada prakteknya di daerah sekarang, demokrasi Indonesia tuh sekarang lagi di raja-raja lokal (local strong man) yang masuk ke politik. Jadi memang ga menutup kemungkinan elit lokal ini bakal semakin berpengaruh terutama mereka-mereka yang udah masuk ke dalam DPRD untuk menentukan kepemimpinan daerah mereka. Itu memang poinnya sebetulnya memperkuat elit lokal tapi sebenarnya tanpa pilkada tak langsung, pilkada langsung pun juga kekuatan elit lokal sangat dibutuhkan gitu loh memang saat mereka berkuasa,” ujar Divio.
Lebih lanjut, Divio menambahkan terkait penilaian terhadap efektivitas pilkada tidak langsung dengan pilkada langsung. “Menurut ku debatnya bukan disana tapi debatnya itu ada di apakah pilkada ga langsung itu menyelesaikan persoalan money politics yang selama ini besar di pilkada langsung gitu kan tapi justru engga karena semakin kecil elektorat, elektorat itu adalah orang yang punya hak suara yang memilih gitu kan, semakin kecil elektorat semakin besar kemungkinan money politics terjadi terutama di pilkada ga langsung yang tadinya money politics terjadi ada di publik bergeser di elite aja begitu.”
Menurutnya secara koersif mungkin debatable tapi kalau dari segi negara, pasti pilkada tidak langsung memang lebih murah karena tidak perlu cetak suara banyak-banyak, tidak perlu bikin TPS banyak-banyak, tidak perlu ada penyaluran logistik banyak-banyak.
Pada podcast kali ini, Total Politik membahas pilkada tidak langsung dikarenakan isu tersebut merupakan isu yang lagi rame di ranah publik saat ini. “Kenapa isunya yang diangkat soal pilkada ga langsung karena memang itu isu publik yang lagi rame sekarang dan itu isu publik yang sangat krusial yang penting saat ini karena itu sangat-sangat berpengaruh terhadap konstelasi politik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah nantinya dan sangat pastinya yang paling berpengaruh ya hak politik masyarakat secara langsung,” ujar Divio.
Peran Total Politik dalam mengedukasi dunia politik kepada masyarakat sangatlah penting dengan tujuan agar masyarakat terbuka dengan politik yang ada Indonesia. Divio mengatakan “Kalau peran Total Politik, kita dalam setahun ke belakang itu lagi gencar untuk bikin program sama politisi dalam konsep townhall discussion yang pertama kita terinspirasi pastinya itu dari desakan-desakan isu yang kalian tau. Desakan itu dimana si calon kandidat itu berhadapan langsung sama pemilih supaya ada kesepahaman nih kesinambungan antara aspirasi dengan apa yang dikerjakan sama si kandidat nantinya kalau kepilih.”
Divio menambahkan bahwa Total Politik sudah melakukan banyak ruang-ruang tersebut salah satu contohnya adalah desak Anies, kongkow Bambang Pacul, dan aspirasi Ridwan Kamil serta uji nyali yang waktu itu mereka lakukan ke SulTeng untuk mempertemukan Mad Ali calon Gubernur sama warga Sulawesi Tengah secara langsung tujuannya agar mereka bisa bertanya langsung ke calonnya. “Jadi kita harus mempersempit jarak antara elit dengan publik dan itu yang Total Politik selama ini coba lakukan dari segi lapangan langsung, kalau di yang tidak langsung sudah pasti jelas kita punya produk media banyak, podcast, Instagram news trus potongan-potongan di TikTok dan sebagainya jadi itu yang kita gunakan supaya publik tau apa yang ada di kepala si kandidat ini dan kenapa mereka harus memilih mereka jadi itu yang what we do, sosialisasi dan sebagainya,” tutup Divio.
Jurnalis: Namira Arafatya Yusuf
Redaktur: Febiyana Pratiwi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar