(Source: Rinjani)
Jakarta (14/4) - Pedagang di pasar tradisional Pasar Minggu,
Jakarta Selatan mengaku lebih suka menjual kentang hasil petani lokal yang
dipasok dari Dieng, Jawa Tengah.
Pedagang sayur mayur di Pasar Minggu, Mega (45) asal
Salatiga mengaku lebih memilih berjualan kentang lokal karena memang lebih
diminati masyarakat dibanding kentang impor. "Kentang di sini lokal semua.
Kadang di pasar induk sih ada yang jual kentang impor, biasanya dari Taiwan,
tapi tidak enak kalau mau buat bikin perkedel suka berair gitu," tutur
Mega seraya memilah-milih kentang.
Mega mengakui, untuk harga kentang saat ini, terus
merangkak naik menjadi Rp 14.000 per kg. Harga kentang lokal lebih mahal dari
kentang impor, dari keduanya terpaut selisih Rp 2.000 per kilogram (kg).
"Buat pembeli memang harganya jauh antara kentang
impor dan lokal. Yang mikir harga pasti dia beli kentang impor, tapi buat yang
tahu kualitas, pasti akan pilih kentang lokal," Mega menambahkan.
Seperti diketahui, sejumlah petani kentang dan
hortikultura dari Dieng, Jawa Tengah menggelar unjuk rasa di depan kantor
Kementerian Perdagangan pada bulan Maret lalu. Petani resah dengan peredaran
kentang impor di pasar tradisional yang dinilai merugikan mereka.
Terkait demo para petani, Mega turut mengakui jika selama ini rantai
distribusi barang dari petani sampai ke pedagang melalui 5 jalur. Alurnya yakni
dari petani kecil, bergerak ke pengepul atau tengkulak, lalu ke bandar besar di
pasar induk, kemudian dibagi-bagi ke pengecer grosiran, barulah ke pedagang
kecil.
"Nah yang menentukan harga kentang di tingkat
petani pasti kan si tengkulak. Dia pasang harga rendah tapi jualnya untung
banyak. Makanya harga di tingkat konsumen jadi mahal, padahal pedagang kayak
kita tidak ambil untung besar," tandas dia.
Pedagang lain yaitu Munadi (54) asal Sukabumi juga
mengatakan jika kentang yang dijualnya asli dari Dieng, Jawa Tengah. "Ini yang saya jual kentang lokal, asli
Dieng. Jadi tidak ada impor," kata dia.
Harga kentang lokal di pasar saat ini tercatat
mengalami kenaikan Rp 2.000 per kg dari Rp 12.000 menjadi Rp 14.000 per
kilonya. "Pasokan mulai berkurang, sedangkan permintaan banyak, malah
meningkat terus. Mungkin karena faktor cuaca, sering banjir jadi gagal
panen," tutur Munadi. (Rinjani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar